Awal public relation pertama sekali muncul dapat dilacak melalui
peradaban-peradaban besar di masa lalu, seperti Babylonia,
Mesir, Yunani kuno, dan Romawi. Teknik-teknik yang biasa digunakan dalam PR
sekarang sudah digunakan oleh raja atau pemuka agama dahulu kala untuk membujuk
warganya agar menerima otoritas mereka, di antaranya melalui komunikasi
interpersonal, pidato, seni, sastra, pertunjukan-pertunjukan, publikasi, dan sebagainya.
Pada abad-abad
setelah Masehi teknik-teknik serupa juga digunakan oleh pemimpin agama, raja,
penjelajah, dan pedagang. Pada abad ini ide menggunakan segala bentuk dan media
komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain bukanlah hal yang baru.
Hal tersebut dibuktikan melalui pemakaian kata propaganda yang sering
dihubungkan dengan PR yang pertama sekali digunakan di abad ke-17 oleh gereja
Katolik yang ditandai dengan pendirian College of Propaganda oleh Paus
Gregory XV yang bertujuan untuk melatih misionaris-misionaris yang akan dikirim
ke luar negeri.
Publik
relation modern muncul
melalui perkembangan tiga fungsi utama PR, yaitu agen pemberitaan, publisitas,
dan konseling. Tokoh-tokoh pahlawan dalam mitologi atau sejarah digunakan untuk
menarik perhatian orang. Pada abad 19, para pebisnis maupun politikus di
Amerika menggunakan tokoh-tokoh fiktif maupun nyata, seperti John Henry, Daniel
Boone, Davy Crockett, Buffalo Bill, Annie Oakley, dan sebagainya untuk
mempengaruhi dan menarik perhatian publik. Tokoh yang
dianggap master of pseudoevent adalah PT Barnum, seorang pemilik sirkus
di Amerika pada abad 19.
Perang Dunia I dan II
juga ikut berpengaruh dalam perkembangan PR. Menjelang masuknya Amerika dalam
Perang Dunia I, pemerintah AS mendirikan Creel Committee, sebuah komite
yang bertugas menyebarluaskan ide-ide nasionalisme di kalangan rakyat Amerika
dan mempengaruhi opini publik dunia tentang perlunya perdamaian dan demokrasi
dalam hubungan antar bangsa. Selama Perang Dunia II, pemerintah Amerika
mendirikan Office of War Information (OWI), suatu badan yang tujuan
utamanya menggalang dukungan rakyat Amerika dan dunia untuk memenangkan perang.
Dalam perkembangan selanjutnya, PR menjadi bagian yang sangat penting dalam
dunia bisnis, politik maupun sosial.
Beberapa tokoh pelopor public relation Amerika selain Ivy Lee,
antara lain adalah Benjamin Sonnenberg, Rex Harlow, dan Leone Baxter.
Di Jerman, awal PR modern dapat dilacak melalui
dokumen yang ditulis oleh Alfred Knupp, pendiri Krupp Company, tahun
1866, berisi gagasan tentang komunikasi antara perusahaan dengan publik melalui
media masa (koran) dan perlunya suatu badan atau orang dalam perusahaan yang mengelola
masalah ini. Usaha tersebut
direalisasikan Friederich Alfred Knupp, putra Alfred Knupp pada 1983 dengan mendirikan
suatu biro pemberitaan yang kemudian menjadi bagian dari manajemen perusahaan.
Kesuksesan Alfred Knupp ini kemudian diikuti oleh perusahaan-perusahaan besar
lainnya.
Perkembangan PR di Inggris dipelopori oleh Marconi
Company yang mendirikan sebuah departemen pada 1910 yang bertugas
memberikan press release tentang pencapaian perusahaan. Konseling PR
profesional yang pertama dikenalkan pada 1924 dengan mendirikan Editorial
Services Ltd. Dua media yang sangat penting dalam perkembangan public
relation di Inggris adalah Reuter dan British Broadcasting
Company (BBC). Di Australia, public relation pertama sekali dikenalkan
Jenderal Douglas MacArthur pada 1942. Staf-staf yang terampil dan terlatih
dipekerjakan untuk menyebarkan citra dan kebijakan perang MacArthur.
Perkembangan industri ikut memicu berdirinya Public Relation Institue of
Australia (PRIA) tahun 1960.
Profesi public relation di Indonesia mulai dikenal sekitar
tahun 1950-an, pada saat itu negara Indonesia baru saja bebas dari
penjajahan Belanda. Dalam dekade-dekade selanjutnya, perkembangan PR di
Indonesia dapat dikatakan cukup pesat, terutama pada 1970-an dan 1980-an ketika
situasi perekonomian Indonesia
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Perusahaan-perusahaan besar dengan
manajemen modern, baik asing maupun domestik banyak bermunculan. Demikian pula
dengan perusahaan-perusahaan layanan jasa, seperti bank, asuransi, transportasi,
dan sebagainya. Situasi ini memberikan lahan subur bagi profesi PR.
Pada dekade 1990-an
(dan memasuki dekade pertama abad XXI) profesi PR berperan semakin menentukan,
baik dalam dunia bisnis maupun sosial politik. Hampir semua lembaga atau
organisasi yang dikelola secara modern, pastilah memanfaatkan jasa profesi PR.
Bahkan, dapat dikatakan bahwa di balik kesuksesan sebuah perusahaan, pasti terdapat
barisan PR yang ulet dan andal. PR dipandang sebagai profesi yang menantang
sekaligus menjajikan sehingga membuat profesi PR sebagai jabatan yang banyak
diminati orang. Bahkan, dalam dekade terakhir ini pertumbuhan dan
perkembangan PR banyak dibutuhkan dan diminati juga oleh lembaga/institusi/industri
sehingga tidak dapat disangkal, bahwa
perusahaan-perusahaan besar yang sukses, selalu didukung oleh upaya, dan kiat
serta kegiatan PR-nya. Imbasnya, lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan
PR tumbuh dengan marak, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di
kota-kota kecil.
0 comments:
Post a Comment