Album Photo Ke-3
Penutupan Pelatihan Public Speaking Angkatan Ke-51,,Pelatihan di Abhiseka Training Center,,Jalan Ipda Tut Harsono No. 26 Yogyakarta.
Album Photo Ke-4
Menerima Copy CD/DVD dan Video Shooting, Service Komputer PC maupun Notebook dengan Harga Murah Meriah, untuk Wilayah Jogjakarta Hubungi 081 8080 11944.
Ini Album Photo Ke-5
Kami juga melayani pembuatan Video Company Profile, film Dokumenter, Video Klip, Jasa pembuatan Iklan, dll
Tuesday, 28 January 2014
Saturday, 25 January 2014
Saturday, 11 January 2014
MODAL MENJADI PRESENTER TELEVISI
MODAL MENJADI PRESENTER TELEVISI
Oleh Ibnu Novel Hafidz
MODAL MENJADI PRESENTER TELEVISI
Menjadi seorang presenter televisi sebenarnya tidaklah sesukar yang kita bayangkan. Secara umum, syarat menjadi presenter televisi dapat dipenuhi oleh sebagian besar kawula muda, yaitu:
Kawula muda di Indonesia saat ini sudah mempunyai pendidikan yang tinggi, rata-rata berpendidikan sarjana dan memiliki pengetahuan yang memadai, disamping itu, mau berkembang dan meningkatkan diri. Idealnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, Ia akan lebih dapat berpikir secara kritis dan sistematis, meski tidak menutup kemungkinan seorang tamatan SLTA dapat lebih cepat tanggap, lebih cerdas dan berbakat dibanding seseorang yang menyandang title sarjana. Hal tersebut merupakan modal dasar menjadi presenter televisi.
Menjadi seorang presenter televisi tidaklah harus berbasis pendidikan di dunia televisi atau komunikasi, dari disiplin ilmu apapun, asal dapat menyesuaikan dengan dunia kerja televisi, Ia dapat menjadi presenter televisi, justru dari basis pendidikan dan keahlian yang bermacam-macam inilah, acara televisi dapat beraneka ragam, sebagai contoh : presenter yang memiliki basis pendidikan dan keahlian dibidang pertanian, tentu akan sangat menguasai dan cocok menjadi presenter acara-acara pertanian, begitu pula politik, hukum, kesehatan, kesenian dan lain sebagainya.
2. Penampilan Fisik & Suara yang enak didengar
Televisi sebagai media audio visual, penampilan fisik presenter menjadi penting artinya. Seorang presenter tidak harus memiliki wajah yang cantik bak foto model atau ganteng seperti peragawan. Wajah-wajah seperti itu bisa-bisa malah membuat penonton terkagum-kagum sehingga tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh presenter tersebut. Namun apabila seorang presenter televisi memiliki kekurangan fisik dalam penampilannya, akan menimbulkan cacian pribadi dari penontonnya. Idealnya presenter harus memiliki wajah yang simpatik dan pantas untuk tampil dikamera, menurut Ishadi SK, Presenter televisi harus memiliki penampilan yang tv genic.
Untuk itu memiliki wajah yang simpatik, orang yang akan menekuni dunia presenter televisi harus berusaha menjaga penampilannya dan mensiasati hal-hal yang dapat mengganggu penampilannya, seperti: riasan wajahnya, tata rambut, busana, sorot mata, senyuman, suara, dan sebagainya.
Suara sangat berperan penting dalam penampilan presenter televisi. Suara yang enak didengar akan mempermudah penonton menerima informasi yang disampaikan. Semua orang memiliki suara, tetapi tidak semua orang memiliki suara yang enak didengarkan. Orang memiliki kualitas suara yang berbeda-beda, ada yang merdu, tinggi melengking, sengau, berat, menakutkan dan sebagainya. Masing-masing suara akan menimbulkan kesan bagi pendengarnya.
Jenis-jenis suara yang kurang enak didengar adalah suara yang melengking tinggi, sehingga terkesan capai dan lelah kalau mendengarnya, selain itu, suara yang berat menimbulkan kesan menakutkan, namun jenis-jenis suara tersebut kadang justru bisa menjadi daya tarik bila mampu mengolahnya dan didukung oleh teknik pembawaanya, seperti Cut Mini yang memiliki jenis suara tinggi dan melengking, namun dengan pembawaannya yang kocak, cerewet dan manja, Cut Mini dapat disukai penonton ketika membawakan acara.
Presenter hendaknya dapat memiliki kontrol volume dan pitch yang sempurna, artikulasi, stressing, intonasi yang jelas, mempunyai nafas dan stamina membaca yang panjang, sehingga menghasilkan suara yang empuk, enak didengar dan meyakinkan, untuk itu dibutuhkan ketekunan berlatih olah vokal dan pernafasan.
Oleh Ibnu Novel Hafidz
Dunia presenter televisi adalah dunia yang dinilai oleh sebagian besar orang memiliki citra tinggi dan terhormat. Citra tersebut terbentuk karena anggapan bahwa presenter televisi adalah sosok manusia yang mendekati kesempurnaan, andai dia wanita, akan dibayangkan sosok yang cantik, ayu, berperawakan indah, mempesona, anggun dan menarik. Bila dia seorang laki-laki, bayangan kita adalah seorang laki-laki yang gagah, tampan, rupawan, atletis, pintar, cerdas dan berpengetahuan luas. Citra tersebut menimbulkan profesi presenter televisi menjadi dambaan hampir setiap orang, terutama kawula muda. Bagaimana tidak, mereka tampak begitu gagah, tampak cantik, menarik, pintar, cerdas dan percaya diri ketika tampil dilayar televisi menyampaikan berita atau membawakan sebuah acara, dikenal dan ditonton banyak orang, bahkan menjadi pujaan, sehingga dunianya terasa begitu indah dan menyenangkan.
Presenter hampir sama kedudukannya dengan seorang artis. Yang membedakan adalah, jika artis dapat berperan sebagai orang lain melalui serangkaian tokoh, baik tokoh antagonis maupun protagonis, presenter hanya dapat memainkan peran-peran protagonis atau yang baik-baik saja. Presenter tidak dapat muncul dengan perilaku jahat atau kurang baik. Tugas presenter adalah memberikan informasi dan menghibur, informasi tersebut harus dapat dipercaya, sedangkan artis hanya cenderung menghibur saja. Apa jadinya jika presenter tampak jahat ?
MODAL MENJADI PRESENTER TELEVISI
Menjadi seorang presenter televisi sebenarnya tidaklah sesukar yang kita bayangkan. Secara umum, syarat menjadi presenter televisi dapat dipenuhi oleh sebagian besar kawula muda, yaitu:
Kawula muda di Indonesia saat ini sudah mempunyai pendidikan yang tinggi, rata-rata berpendidikan sarjana dan memiliki pengetahuan yang memadai, disamping itu, mau berkembang dan meningkatkan diri. Idealnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, Ia akan lebih dapat berpikir secara kritis dan sistematis, meski tidak menutup kemungkinan seorang tamatan SLTA dapat lebih cepat tanggap, lebih cerdas dan berbakat dibanding seseorang yang menyandang title sarjana. Hal tersebut merupakan modal dasar menjadi presenter televisi.
Menjadi seorang presenter televisi tidaklah harus berbasis pendidikan di dunia televisi atau komunikasi, dari disiplin ilmu apapun, asal dapat menyesuaikan dengan dunia kerja televisi, Ia dapat menjadi presenter televisi, justru dari basis pendidikan dan keahlian yang bermacam-macam inilah, acara televisi dapat beraneka ragam, sebagai contoh : presenter yang memiliki basis pendidikan dan keahlian dibidang pertanian, tentu akan sangat menguasai dan cocok menjadi presenter acara-acara pertanian, begitu pula politik, hukum, kesehatan, kesenian dan lain sebagainya.
2. Penampilan Fisik & Suara yang enak didengar
Televisi sebagai media audio visual, penampilan fisik presenter menjadi penting artinya. Seorang presenter tidak harus memiliki wajah yang cantik bak foto model atau ganteng seperti peragawan. Wajah-wajah seperti itu bisa-bisa malah membuat penonton terkagum-kagum sehingga tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh presenter tersebut. Namun apabila seorang presenter televisi memiliki kekurangan fisik dalam penampilannya, akan menimbulkan cacian pribadi dari penontonnya. Idealnya presenter harus memiliki wajah yang simpatik dan pantas untuk tampil dikamera, menurut Ishadi SK, Presenter televisi harus memiliki penampilan yang tv genic.
Untuk itu memiliki wajah yang simpatik, orang yang akan menekuni dunia presenter televisi harus berusaha menjaga penampilannya dan mensiasati hal-hal yang dapat mengganggu penampilannya, seperti: riasan wajahnya, tata rambut, busana, sorot mata, senyuman, suara, dan sebagainya.
Suara sangat berperan penting dalam penampilan presenter televisi. Suara yang enak didengar akan mempermudah penonton menerima informasi yang disampaikan. Semua orang memiliki suara, tetapi tidak semua orang memiliki suara yang enak didengarkan. Orang memiliki kualitas suara yang berbeda-beda, ada yang merdu, tinggi melengking, sengau, berat, menakutkan dan sebagainya. Masing-masing suara akan menimbulkan kesan bagi pendengarnya.
Jenis-jenis suara yang kurang enak didengar adalah suara yang melengking tinggi, sehingga terkesan capai dan lelah kalau mendengarnya, selain itu, suara yang berat menimbulkan kesan menakutkan, namun jenis-jenis suara tersebut kadang justru bisa menjadi daya tarik bila mampu mengolahnya dan didukung oleh teknik pembawaanya, seperti Cut Mini yang memiliki jenis suara tinggi dan melengking, namun dengan pembawaannya yang kocak, cerewet dan manja, Cut Mini dapat disukai penonton ketika membawakan acara.
Presenter hendaknya dapat memiliki kontrol volume dan pitch yang sempurna, artikulasi, stressing, intonasi yang jelas, mempunyai nafas dan stamina membaca yang panjang, sehingga menghasilkan suara yang empuk, enak didengar dan meyakinkan, untuk itu dibutuhkan ketekunan berlatih olah vokal dan pernafasan.
3. Sehat Jasmani, Rohani dan Berkepribadian
baik
Profesi
presenter televisi menuntut ketahanan fisik dan mental, karena seorang
presenter televisi dituntut bekerja 24 jam, dan sebagai public figur, presenter televisi akan menjadi pusat
perhatian. Berjuta-juta penonton akan memperhatikan dirinya, baik ketika sedang
tampil di televisi maupun di tempat umum, dia bahkan akan menjadi idola dan pujaan. Sebaliknya, dia bisa menjadi figur yang menyebalkan yang tidak
dimaui penonton bila kepribadiannya buruk. Keduanya, baik cacian maupun pujian
memiliki makna yang sama, untuk menghadapinya dibutuhkan ketahanan mental. Pada
hakekatnya kritikan dan cacian adalah pil pahit yang apabila tepat
pemakaiannya, ia bisa menjadi obat. Sebaliknya pujian tidak kurang membahayakan dari pada cacian apabila pujian
terlalu banyak diberikan, dia bisa berakibat seperti suntikan morfin yang
membuat orang hanya mencintai dirinya sendiri dan hidup dalam bayangan semu.
Karena itu, presenter televisi harus mempunyai kepribadian yang kuat. Syarat ini tidak kalah penting, bahwa
seorang presenter televisi dituntut mempunyai kehidupan pribadi yang baik.
Seseorang yang mempunyai latar belakang
atau kehidupan pribadinya tidak baik dimata masyarakat, dapat dipastikan
kemunculannya akan menghambat berhasilnya misi komunikasi yang diembannya.
Disamping kehidupan pribadi, didepan
kamera seorang presenter tidak dapat menyembunyikan dan menutupi watak pribadi
yang sesungguhnya, apakah dia berkepribadian angkuh, biasa meremehkan lawan
bicara, ataukah dia seorang yang penuh atensi.
Melihat
persyaratan diatas, sepertinya tidak ada hambatan untuk menjadi seorang
presenter televisi. Karena hal-hal tersebut dimiliki oleh sebagaian besar
manusia, tinggal bagaimana melatih dan mengembangkannya.
Yang
menjadi kendala untuk menjadi presenter televisi di Indonesia adalah peluang
dan kesempatan. Peluang dan kesempatan menjadi presenter televisi saat ini
memang sangatlah kecil, karena terbatasnya jumlah stasiun televisi, terutama di
daerah. Bagi yang hidup didaerah hanya dapat berkiprah di televisi daerah,
yaitu TVRI. Namun perkembangan ke depan, dapat dipastikan stasiun penyiaran
televisi akan tumbuh pesat, bahkan akan didukung oleh munculnya rumah-rumah
produksi/ productions house. Keberadaan
rumah produksi ini patut dicatat,
karena seseorang dapat menjadi presenter televisi tanpa harus menjadi karyawan
stasiun televisi dimana presenter tampil di layar televisi tersebut, seperti
Dian Nitami, Dian menjadi presenter Video Musik Indonesia (VMI) karena ia
dikontrak di PT CUT, productions house yang memproduksi acara
VMI, Sony Tulung dalam Family 100 dan Isam Surentu dalam Komunikata dari
Persons Television, Vanny Rahmasari – Cek & Ricek dari PT. BAM dan masih
banyak lagi.
Selain
persyaratan diatas yang merupakan persayaratan umum, jalan menjadi seorang
presenter televisi, dapat dilalui dengan mengembangkan kemampuan-kemampuan lain
atau memiliki kecakapan lain yang dapat mengangkat kredibilitas pribadi. Banyak
presenter-presenter ternama yang sukses menjadi presenter karena kecakapannya,
seperti Sony Tulung, Undang Suhendar, Erwin Parengkuhan, Becky Tumewu, Ferdi
Hasan, Meutia Kasim, Ulfa Dwiyanti, mereka mengawalinya dari dunia presenter
radio. Ada yang memulainya dari profesi
menyanyi seperti Ronny Sianturi, Ricky Johanes, Bob Tutupoly dan Lusy AB Three,
Iwa K, ada yang berangkat dari dunia model & peragawati seperti Lulu
Dewayanti, Alya Rochali, Cindy Fatikasari, Sarah Sechan dan Sarah Darmawan,
dari dunia teater ada Butet Kartaredjasa dan Emha Ainun Nadjib, dari dunia film
ada Nurul Arifin dan Ira Wibowo, dari dunia wartawan ada Mayong Suryo Leksono,
dunia olah raga ada Yuni Kartika, dari dunia politik ada Ikhsanudin Noorsy dan
Wimar Witoelar, dan masih banyak lagi. Kecakapan- kecakapan tersebut dapat
digali dan dikembangkan tidak harus di kota besar, karena di daerah pun sarana
tersebut banyak tersedia.
Melihat
begitu banyak aspek yang dapat dijadikan modal menjadi presenter televisi serta
kesempatan untuk mengembangkannya yang terbuka lebar, rasanya tidak perlu ragu
lagi menapaki jalan menjadi presenter televisi, jika itu profesi yang kita
inginkan.
Silahkan Donasi melalui Dana, Ovo, GoPay dan Link Aja melalui link berikut :
Wednesday, 8 January 2014
PRESENTER TELEVISI APA SIH TUGASNYA ?
PRESENTER TELEVISI APA SIH TUGASNYA ?
Ketika nonton televisi, kita menyaksikan seorang presenter membawakan bermacam-macam acara, ada yang membaca berita, ada yang membawakan acara kuis, diskusi, acara musik, membacakan susunan acara yang akan disiarkan, acara olah raga, melaporkan suatu kejadian dan banyak lagi, baik itu yang tampak d layar televisi (on screen) maupun yang tidak (off screen). Presenter-presenter tersebut bertugas sesuai dengan fungsinya, dan masing-masing fungsi dituntut keahlian khusus yang berbeda-beda.
Karena tugas-tugas yang berbeda, presenter mempunyai sebutan yang berbeda pula, biasanya disesuaikan dengan jenis acara yang dibawakan. Tugas-tugas presenter biasanya dibedakan sebagai berikut:
Ketika nonton televisi, kita menyaksikan seorang presenter membawakan bermacam-macam acara, ada yang membaca berita, ada yang membawakan acara kuis, diskusi, acara musik, membacakan susunan acara yang akan disiarkan, acara olah raga, melaporkan suatu kejadian dan banyak lagi, baik itu yang tampak d layar televisi (on screen) maupun yang tidak (off screen). Presenter-presenter tersebut bertugas sesuai dengan fungsinya, dan masing-masing fungsi dituntut keahlian khusus yang berbeda-beda.
Karena tugas-tugas yang berbeda, presenter mempunyai sebutan yang berbeda pula, biasanya disesuaikan dengan jenis acara yang dibawakan. Tugas-tugas presenter biasanya dibedakan sebagai berikut:
- Continuity Annourcer
- Presenter Berita
- Reporter
- Pembawa Acara
- Moderator
Continuity berarti berkesinambungan, jadi tugas dari continuity annourcer adalah menjaga kesinambungan acara di televisi dari mulai televisi itu on air sampai acara atau televisi tersebut selesai mengudara. Tugas-tugas tersebut meliputi membuka dan menyapa penonton, mengucapkan selamat bergabung dan menonton di televisi mulai on air, menyampaikan susunan acara yang dapat ditonton hari ini, mengantarkan acara yang segera ditayangkan dengan menyampaikan ringkasan acara/sinopsis, menutup acara yang baru saja diikuti dengan memberikan penekanan, menyampaikan rangkaian acara yang dapat diikuti esok dan menutup seluruh rangkaian acara. Ibaratnya continuity annourcer adalah penjaga gawang, ia harus tetap berada ditempat dari mulai pembukaan sampai penutupan, karena bila terjadi sesuatu, baik itu gangguan teknis maupun berita-berita seputar pergantian acara atau informasi penting lainnya yang berkaitan dengan acara, continuity annourcer harus segera menyampaikan pada penonton, baik itu on screen maupun off screen.
Tugas continuity annourcer ini menuntut kesabaran sekaligus cepat tanggap atas suatu keadaan tertentu yang mendadak terjadi pada saat dia sedang bertugas, misalnya listrik tiba-tiba padam, presenter yang tanggap akan segera mengantisipasi keadaan dengan menanyakan pada petugas yang berwenang untuk mencari tahu penyebab terjadinya gangguan. Pada saat yang sama dikepalanya telah mengolah kata apa yang paling bijaksana untuk dapat diterima dengan baik oleh penontonnya. Kecepatan tanggap serta kecepatan memutuskan sesuatu dengan baik akan terwujud dalam kata-kata dan penampilan yang meyakinkan dan bisa diterima oleh penonton sehingga tidak mengganggu kesinambungan acara.
Dalam menjalankan tugasnya, continuity annourcer melakukan siaran secara live di dalam studio, penampilan acara live ini dimaksudkan agar kata-kata yang disampaikan dapat benar-benar menggambarkan dan mewakili keadaan/situasi saat itu. Namun model siaran live ini, bila persiapannya kurang dan terjadi kesalahan kata atau kesalahan teknis dapat menurunkan citra stasiun televisi tersebut dan kredibilitas presenter.
Melalui pengalaman ini, kita
harus mempunyai keinginan belajar dari segala sesuatu yang kita dengar, lihat,
dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari, karena pada saatnya nanti kita pun
membutuhkan ‘ilmu’ tersebut. Dalam perjalanan karir kita selanjutnya, tidak
pernah ada kata berhenti belajar; karena banyak macam acara dan bidang yang
dapat berfungsi sebagai penambah wawasan. Misalnya, seminar para ahli geologi,
seminar para pakar spesialis (spesialis anak, spesialis bedah, spesialis kulit,
dan sebagainya), pertemuan dan pencanangan motivasi kerja bagi karyawan sebuah
perusahaan multinasional, pembukaan pabrik
joint–venture oleh duta besar negara lain, cultural-show untuk warga asing di Irian Jaya, masyarakat, pelaku
pariwisata di Jepang, dan sebagainya. Di samping itu, juga gaya dalam arti bahasa, yakni cara berbicara,
busana adalah unsur lain yang mendukung. Gaya
reportase-santai pada “Citra Nusantara”. Sedikit lebih serius dalam “Apresiasi
Gamelan“, wawancara-santai pada “Harmoni”, dan dinamis pada “Kuis Griya Gita”.
Kesemuanya ini kita lakukan sambil terus belajar, namun perlu dicatat bahwa hal
tersebut membutuhkan proses belajar yang tidak singkat, karena selain harus
menambah ilmu, kita juga selalu mendapatkan wawasan baru. Betapa banyaknya
‘kekayaan’ yang kita dapatkan dari kemauan untuk selalu belajar.
Dalam menjalankan tugasnya, continuity annourcer melakukan siaran secara live di dalam studio, penampilan acara live ini dimaksudkan agar kata-kata yang disampaikan dapat benar-benar menggambarkan dan mewakili keadaan/situasi saat itu. Namun model siaran live ini, bila persiapannya kurang dan terjadi kesalahan kata atau kesalahan teknis dapat menurunkan citra stasiun televisi tersebut dan kredibilitas presenter.
Untuk
mengatasi hal tersebut, beberapa televisi swasta menggunakan sistem rekaman
sehingga kesalahan-kesalahan dapat diminimalisasikan dengan cara menggulang
rekamannya atau editing. Namun, bagi TVRI di daerah sistem rekaman continuity announcer seperti di televisi
swasta sangat sulit dilakukan, karena biasanya daftar acara TVRI di daerah
sangat tergantung pada TVRI Pusat.
Perubahan acara sering dilakukan secara mendadak sehingga continuity announcer di daerah harus
cepat menyesuaikannya.
Dalam pemanfaatan teknologi dan pengembangan
kreativitas, keberadaan continuity
announcer saat ini, sering digantikan oleh tulisan (telop) atau animasi kartun, seperti si Tevi di SCTV. Hal ini bukan berarti
kedudukan continuity announcer dapat digantikan begitu saja, continuity announcer tetap mendapatkan
porsi siaran. Meskipun continuity
announcer dapat digantikan dengan bentuk lain, kehadirannya tetap
dipertahankan oleh hampir semua stasiun televisi, karena continuity announcer merupakan wakil stasiun televisi tersebut,
kalaupun muncul kreativitas semacam si
Tevi di SCTV, ini hanyalah menggantikan sebagian kecil tugas continuity announcer.
·
Reporter
Seorang
reporter pada hakikatnya adalah wartawan televisi, dialah pencari berita,
perancang, pengolah sekaligus penyaji berita dalam bentuk audio visual. Sebagai
seorang jurnalis, seorang reporter dituntut bekerja 24 jam sehari. Dia harus
mengetahui secara mendalam tentang masalah yang hendak disampaikannya,
berpengetahuan luas, berdedikasi terhadap berita, serta perkembangan berita
setiap saat di manapun dia berada.
Saat ini siaran berita berupa laporan (reportase)
sering dilaporkan secara langsung dari tempat kejadian atau peristiwa, dan
penyiarnya disebut reporter. Bahkan, penyiar/presenter saat itu harus
berhubungan dengan reporter yang sedang berada di lapangan, atau ia sendiri
menjadi pewawancara dengan nara
sumber, baik secara langsung di studio maupun melalui telepon. Dalam hal ini,
seorang penyiar/presenter dituntut kreatif dan mempunyai rasa
spontanitas yang tinggi.
Di
samping itu, terdapat istilah telengkai yang diperuntukan bagi reporter yang
menyampaikan liputan dari beberapa reporter. Contoh: Reportase dari Istora
Senayan tentang PON (Pekan Olah Raga Nasional), Seorang reporter melaporkannya
dari studio mini di Senayan, reporter inilah yang disebut sebagai telengkai,
karena tugasnya menyampaikan/mengantar-kan laporan dari reporter di lapangan
basket, lapangan volly, kolam renang, arena tinju dan sebagainya.
Berkaitan
dengan hal tersebut, reporter dapat menyampaikan berita sendiri dari tempat
kejadian baik on screen maupun of screen, atau hanya menyajikan
beritanya dan selanjutnya berita ini dibacakan langsung oleh News Reader.
·
Moderator
Penyajian
acara dalam bentuk diskusi memerlukan presenter untuk mengantarkan
diskusi tersebut. Presenter dalam acara tersebut disebut moderator, yang
bertindak sebagai pengarah, penengah, dan sekaligus penyimpul diskusi yang
dipandunya.
Penguasaan
terhadap materi yang dibahas, serta luasnya pengetahuan seorang moderator
diimbangi ketangkasan berpikir dan berbicara, akan membuat suatu diskusi
menjadi sajian yang mengasyikkan dan mempunyai bobot nilai tinggi. Untuk mencapai hasil tersebut,
moderator dituntut mencari keterangan atau jawaban dari nara sumber dalam diskusi, untuk itu
diperlukan sikap yang terbuka dan memiliki human
approach yang baik, cerdas, bijaksana, dan panjang akal. Dengan demikian, nara sumber merasa
dihargai sehingga ia dengan senang hati akan memberikan keterangan-keterangan
dan jawaban yang diinginkannya.
Selain
itu, kedudukan moderator adalah sejajar dengan narasumber, tidak lebih rendah
atau lebih tinggi dari orang yang diwawancarai. Jika ia menempatkan dirinya
lebih rendah, keterangan dan jawaban yang diinginkan tidak akan memperolehnya, bahkan ia terlihat
seperti seorang penjilat yang ingin menyenangkan hati tuannya. Sebaliknya, jika
ia menempatkan dirinya lebih tinggi, nara
sumber takut memberikan keterangan dan jawabannya. Oleh karena itu, moderator
harus berupaya mencapai target/goal yang diinginkan sehingga dalam acara
diskusi tersebut, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada nara sumber tidak menyimpang dari topik
bahasan, namun mengarah pada pencapaian target tersebut. Hal ini memerlukan
keahlian interview yang memadai.
Moderator
yang melakukan interview, di
samping mewakili stasiun penyiaran tempatnya bekerja, diapun mewakili
kepentingan penonton, sehingga pertanyaan-pertanyaan pribadi tidak dapat
dikemukakan dalam acara tersebut. Dalam kaitan ini, suatu wawancara dikatakan baik,
kalau moderator mengerti dan mengetahui banyak tentang topik dan nara sumber yang
dihadapi. Sama halnya dengan interview yang menjadi menarik apabila
moderator dapat cepat melakukan pendekatan dan menciptakan suasana santai pada
wawancara tersebut.
Dalam
media televisi, moderator sering dianggap hanya sebagai pemandu acara diskusi,
yang bertugas mengantarkan acara, pengarah dan penengah sekaligus penyimpul
diskusi yang dipandunya, sedangkan wawancaranya dilakukan oleh petugas sendiri/
pewawancara/ interviewer.
·
Reporter
Televisi
Adakalanya
penyiar berita juga bertugas sebagai reporter, bahkan News Caster (bukan lagi newsreader)
dan harus meng-interview atau
mewawancarai nara
sumber. Oleh karena itu, seorang reporter harus mengetahui berbagai jenis interview, yakni:
a)
Information
interview (reporter harus menggunakan bahasa yang formal)
b)
Celebrity
interview (reporter dapat menggunakan bahasa
informal dan yang ditanyakan seputar prestasinya: terkadang juga gosip tentang
pribadinya)
c)
On
the spot interview (reporter mewawancarai secara
spontan di tempat kejadian; jadi, materinya spontan, wawancaranya dapat
dipersiapkan )
d)
.Personal interview (reporter dapat menggunakan bahasa informal,
namun biasanya yang ditanyakan adalah tanggapan/opini).
Seorang
reporter harus merupakan pribadi yang tangguh, baik secara fisik maupun mental.
Artinya, diharapkan reporter dapat menjaga staminanya mengingat jam kerjanya 24
jam, dan wilayah kerjanya di mana saja dengan medan apa saja. Selain
itu, kondisi yang dihadapi juga sangat beragam dan kadang–kadang faktor
kesulitannya tinggi. Catatan berikut ini merupakan tip untuk menjadi reporter
tangguh.
Pertama :
senantiasa aktual
Kedua : merancang dengan cermat hal yang ingin
digali dari nara
sumber
Ketiga :
tidak patah semangat dalam mencari referensi
Keempat : tidak
begitu saja percaya kepada orang lain
Kelima
: senantiasa kreatif (look for something new).
PEMBAWA ACARA
I. Makna Pembawa
Acara
Seseorang
yang tampil membawakan suatu acara, menyajikan, dan menyampaikannya kepada
penonton (audience), lazim disebut sebagai pembawa acara atau Master
of Ceremony akronimnya MC, dan istilah trendnya adalah presenter atau
penyiar. Sebutan bagi pembawa acara ini berbeda-beda disesuaikan dengan bentuk
acara yang dibawakannya sehingga tugasnyapun berbeda–beda sesuai dengan
fungsinya yang menuntut keahlian khusus yang berbeda pula. Misalnya, sebutan
reporter untuk melaporkan suatu
peristiwa di di tempat kejadian atau laporan berita olah raga di lapangan
(laporannya disebut reportase), presenter untuk acara kuis dan musik,
penyiar bagi pembaca berita formal atau bagi pembawa susunan acara yang akan
disiarkan, pembawa acara untuk berbagai acara pernikahan, MC bagi acara seminar
atau diskusi, dan lain-lainnya.
Profesi
sebagai pembawa acara dapat menjadi sumber kekayaan lahir dan batin bagi orang
yang menggelutinya. Cukup banyak pembawa acara yang kita ketahui sukses karena
kecakapannya membawakan suatu acara sehingga mereka menjadi terkenal dan hidup
berkecukupan dalam segi materi. Ketika pembawa acara tampil membawakan sebuah
acara atau menyampaikan suatu berita, mereka tampak begitu gagah, tampan,
cantik, menarik, pintar, percaya diri, dikenal, dan ditonton banyak orang;
bahkan mereka menjadi pujaan sehingga dunianya terasa begitu indah dan
menyenangkan. Citra tersebut merupakan salah satu alasan penyebab profesi
pembawa acara menjadi dambaan hampir setiap orang, terutama para remaja.
Untuk
menjadi seorang pembawa acara tidaklah harus berbasis pendidikan di dunia
komunikasi atau pertelevisian, melalui disiplin ilmu apapun, asalkan ia dapat
menyesuaikan diri dengan dunia kerja pembawa acara, ia dapat berprofesi sebagai
pembawa acara; justru melalui basis pendidikan dan keahlian yang bermacam-macam
inilah, acaranya dapat beraneka ragam. Contohnya, pembawa acara yang memiliki
basis pendidikan dan keahlian di bidang pertanian, tentu akan sangat menguasai
dan cocok menjadi pembawa acara di berbagai acara pertanian, begitu pula halnya
dengan dunia politik, hukum, kesehatan, kesenian, dan lain-lainnya.
Profesi
ini pun dapat digeluti oleh siapa saja dan melalui bidang apapun, misalnya Indi
Barends, Undang Suhendar, Erwin Parengkuhan, Becky Tumewu, Ferdi Hasan, Meutia
Kasim, Ulfa Dwiyanti mengawalinya sebagai penyiar radio. Ada yang memulainya
sebagai penyanyi, seperti Ronny Sianturi, Ricky Johanes, Bob Tutupoly dan Lusy
AB Three, Iwa K; namun ada pula melalui dunia model & peragawati terlebih
dahulu, contohnya Lulu Dewayanti, Alya Rochali, Cindy Fatikasari, Sarah Sechan
dan Sarah Darmawan; melalui dunia teater di antaranya Butet Kartaredjasa dan
Emha Ainun Nadjib, di dunia film tercatat Nurul Arifin dan Ira Wibowo, dunia
wartawan Mayong Suryo Leksono; dunia olah raga, Yuni Kartika; dunia politik ada
Ikhsanudin Noorsy dan Wimar Witoelar, dan sebagainya.
Kedudukan
pembawa acara dinilai oleh sebagian besar orang memiliki citra tinggi dan
terhormat, hampir sama dengan seorang artis. Citra tersebut terbentuk karena
anggapan bahwa pembawa acara merupakan sosok manusia yang mendekati
kesempurnaan, andaikan ia wanita, dibayangkan orang sebagai sosok yang cantik,
ayu, berperawakan indah, mempesona, anggun, dan menarik. Sama halnya dengan seorang
laki- laki, bayangannya adalah seorang laki-laki yang gagah, tampan, rupawan,
atletis, pintar, cerdas, dan berpengetahuan luas. Perbedaannya, artis dapat
berperan sebagai orang lain melalui serangkaian tokoh yang sifatnya cenderung
menghibur saja, baik tokoh antagonis maupun protagonis; sedangkan pembawa acara
hanya dapat memainkan peran-peran protagonis yang baik-baik sehingga pembawa
acara tidak dapat muncul dengan perilaku jahat atau kurang baik, karena
tugasnya memberikan informasi dan menghibur, tetapi informasi tersebut haruslah
dapat dipercaya.
II. Syarat Menjadi Pembawa Acara
Sebagai
pembawa acara harus selalu memperhatikan kerja sama dengan pengarah acara serta
kerabat kerja yang lain. Hal ini mutlak diperlukan untuk membangun dan
mewujudkan keberhasilan suatu program acara. Karena, baik tidaknya suatu acara
yang hendak digelar ditentukan oleh si pembawa acara. Dalam kaitan ini, acara
yang telah ditata dan diolah dengan baik oleh produser dan pengarah acara dapat
saja menjadi rusak karena kemunculan pembawa acara yang tidak siap; sebaliknya acara yang sedang-sedang saja dapat
menjadi lebih baik dan mengesankan karena si pembawa acara mampu menghidupkan
acara tersebut. Jadi, pembawa acara dituntut untuk menjiwai dan mengerti benar
acara yang hendak dibawakannya, di antaranya kriteria acara, bentuk dan format
acara, serta sasaran yang hendak dituju oleh acara tersebut. Sebagai misal,
acara musik rock berbeda cara membawakannya dibandingkan dengan acara
musik orkestra atau dangdut, acara olah raga berbeda dengan acara ilmiah dan
kuis.
Sebenarnya,
untuk menjadi seorang pembawa acara tidaklah sulit seperti yang kita bayangkan,
walaupun faktor peluang dan kesempatan merupakan kendala untuk menjadi pembawa
acara. Untuk mengatasi hal tersebut, pembawa acara haruslah meningkatkan
SDM-nya dan membekali dirinya dengan berbagai faktor penunjang yang berhubungan
erat dengan profesi yang digelutinya. Secara umum, berbagai faktor penunjang
tersebut merupakan syarat menjadi pembawa acara, meliputi:
· Faktor Pikiran & Sikap Positif
Tampil dan dikenal banyak orang
tidak selalu membawa sanjungan dan pujian, ada kalanya juga menerima kritikan,
teguran, atau cacian. Keduanya, baik cacian maupun pujian mempunyai makna yang
sama. Hal ini sejak awal perlu kita sadari karena berhubungan dengan selera dan
keinginan orang banyak yang tidak dapat kita penuhi semuanya. Pada hakikatnya
kritikan dan cacian adalah pil pahit, apabila tepat pemakaiannya, ia dapat
menjadi obat. Demikian pula pujian, sama membahayakan seperti cacian; jika
pujian terlalu banyak diberikan, dampaknya seperti suntikan morfin yang membuat
orang hanya mencintai dirinya sendiri dan hidup dalam bayangan Dengan bekal
keyakinan inilah kita melangkah penuh percaya diri dan berani menerima, baik
kesuksesan maupun kegagalan dengan sikap yang sama. Artinya, kita tidak
berbesar kepala ketika mengalami kesuksesan, dan kita juga tidak tenggelam
dalam kesedihan ketika tampil buruk atau gagal, terlebih berusaha menyalahkan
pihak lain.
· Faktor Kesehatan
Seorang
pembawa acara dituntut ‘memancarkan’ energi atau kharismanya sehingga ia mampu
memimpin atau membawakan acara dengan baik. Sering ia diminta membawakan acara
di luar daerahnya sehingga harus melakukan perjalanan jauh yang melelahkan,
atau ia membawakan acara yang begitu padat dengan persiapan panjang. Dalam
kaitan ini, ia harus memiliki stamina yang tinggi dan menyadari bahwa
kesehatannya harus dirawat dengan baik, jika tidak, ia tidak dapat bertahan
selama bertahun-tahun menjalankan profesinya sebagai pembawa acara.
Stamina yang kuat tidak hanya
didapatkan di saat tubuh kita sehat. Sering kita tidak memperhatikan kesehatan
karena merasa sangat sehat atau tidak pernah sakit sehingga kita tidak
mempedulikan bahwa menjaga kesehatan adalah bagian profesionalitas. Akan
tetapi, hal ini bukanlah berarti bahwa seorang penderita penyakit tertentu
tidak dapat menjadi pembawa acara. Banyak pembawa acara yang sukses, meskipun
memiliki penyakit tertentu, kuncinya adalah kita dapat mengatasi penyakit yang
kita derita tersebut sehingga tidak
menghambat pekerjaan dan tetap dapat produktif.
Sebagai
contoh, seorang penyanyi yang sangat gemar minum- minuman dingin, ia merasa
tidak dapat hidup tanpa es. Bahkan, ia masih minum es saat terserang radang
ternggorokan atau flu, meskipun sudah diperingatkan dokter agar tidak
minum-minuman dingin sebelum sembuh. Akhirnya penyakitnya berkembang parah
menyerang pita suaranya sehingga ia tidak dapat bersuara beberapa bulan. Ia
memerlukan waktu tahunan untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut. Kehidupannya
menjadi berantakan karena selama ini menyanyi adalah profesinya, dan hidupnya
dibiayai oleh penghasilannya sebagai penyanyi. Cerita yang hampir sama terjadi
pada seorang yang berprofesi sebagai pembawa acara terkenal. Kebiasaannya
merokok dan keluar malam ternyata merusak kesehatannya dan membuatnya terbaring
di rumah sakit cukup lama sehingga menghabiskan biaya dan tenaga.
Setiap orang mempunyai daya
tahan tubuh yang berbeda, oleh karena itu kita harus mengenali diri pribadi
masing-masing. Janganlah kita berlaku hanya sekadar menyenangkan perasaan
seorang teman yang mengajak begadang sepanjang malam, jika kita besok pagi
harus tampil fresh untuk membawakan
sebuah acara. Seorang pembawa acara tidak pernah peduli dikatakan “kurang – gaul” hanya karena ia tidak
sering keluar malam, namun sebaliknya ia mengetahui persis keadaan fisiknya.
Kita memilih dapat bekerja dengan baik daripada mengerjakan sesuatu yang belum
jelas manfaatnya. Hidup ini adalah masalah pilihan.
· Faktor Empati & Kerja Sama
Seorang
pembawa acara, mempunyai ‘otoritas’ untuk membawakan acara dalam bentuk apapun
dari awal hingga akhir, seolah-olah acara itu miliknya. Misalnya, seorang
penyiar radio bebas menentukan lagu–lagu, merangkai kata yang disampaikannya
selama on-air. Juga pembawa acara
televisi, dengan gaya
masing-masing berusaha menghidupkan acara yang dibawakannya. Seperti, Ulfa
Dwiyanti mempunyai gaya
yang berbeda dengan Sarah Sechan, Farhan dalam Pesta tidak sama gayanya dengan
Sonny Tulung dalam Famili 100. Sama halnya dengan dunia panggung, setiap
pembawa acara mempunyai ‘warna’ tersendiri, sesuai dengan jenis acara yang
dibawakannya.
Perasaan
sebagai pemegang ‘otoritas‘, pada pembawa acara sering memunculkan ego dan
keinginan untuk menonjolkan diri secara berlebihan. Padahal, suatu acara tidak
akan berjalan tanpa keterlibatan unsur lain, di antaranya penyelenggara acara
dan audience. Paling sedikit, ketiga
unsur inilah yang harus dijaga kepentingannya secara adil supaya suasana nyaman
dapat tercipta. Banyak peristiwa terjadi bahwa si pembawa acara berkali-kali
menyanyi menunjukkan kemampuannya, meskipun sudah ada beberapa penyanyi yang
mengisi acara, ia tidak memperdulikan audience
yang mulai bosan karena acaranya bertele-tele. Atau peristiwa mengenai pembawa
acara yang sekaligus sebagai pelawak yang tidak menghiraukan keinginan panitia
penyelenggara agar mempercepat acara, karena masih banyak acara selanjutnya
atau hal lainnya. Ia begitu asyik dengan gurauannya yang direspon positif oleh audience “Toh penonton terbahak-bahak
terus, mengapa saya disuruh berhenti?”
Dalam kaitan ini, pembawa acara
mungkin ingin menunjukkan bahwa ia cukup menguasai permasalahan. Sebenarnya,
hal tersebut hanya diperlihatkannya melalui caranya memancing jawaban atau
membuat pertanyaan, tanpa ia harus turut mengulasnya. Kesediaan untuk berempati
terhadap unsur-unsur lain dalam suatu acara menunjukkan tingkat kedewasaan
diri. Ada
kalanya kita menempatkan diri pada posisi orang lain, mencoba mengerti perasaan
orang lain. Tampil bagus adalah harus, namun bukan berarti kita mengambil peran
atau waktu orang lain demi menunjukkan kehebatan diri sendiri.
· Faktor Kemauan Belajar
Adalah
hal yang wajar jika kita tidak mengerti tentang suatu hal, atau kita tidak
dapat mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan orang lain. Karena, tak seorang pun
di dunia ini yang mengetahui tentang segalanya dan dapat mengerjakan semua hal.
Namun, kemauan untuk belajar sangat diperlukan, sebab setiap detik dalam hidup
kita adalah kesempatan untuk belajar.
Menekuni
profesi sebagai pembawa acara merupakan proses ‘memperkaya’ diri, proses
belajar yang tidak terikat usia, status, dan lain-lainnya. Tergantung pada
kita, apakah dapat mewujudkan kesempatan ini atau tidak, karena kesempatannya
terbuka lebar.
Makin
sering kita belajar, kita semakin mendapatkan sesuatu yang tidak pernah
terbayangkan sejak semula. Sebagai contoh, ketika seseorang pertama kali
diminta menjadi pembawa acara suatu resepsi pernikahan, si pembawa acara pasti
diliputi kepanikan, karena ia merasa tidak mengetahui hal yang harus
dikerjakannya dan diungkapkan. Ini terjadi karena saat ia menghadiri suatu
resepsi, ia tidak pernah memperhatikan apa yang dikerjakan dan dikatakan oleh
pembawa acara tersebut. Pengalaman tersebut membuatnya melakukan ‘survey’ dengan cara banyak bertanya
kepada mereka yang sudah terbiasa mengerjakan acara itu, dan ia selalu berusaha
memperhatikan acara-acara resepsi yang dihadirinya. Jika diperlukan, ia mohon
kepada temannya yang kebetulan mendapat undangan suatu resepsi agar ia diajak menemaninya,
meskipun ia tidak diundang pada resepsi tersebut.